-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Pendidikan, Sampah, dan Masa Depan Anak: Praktik Baik Morotai yang Menginspirasi

20 Jun 2025 | Juni 20, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-20T09:48:41Z


Morotai, 18 Juni 2025 – “Negara hadir di tengah masyarakat bukan hanya sebagai penyedia layanan, tetapi juga sebagai penjamin pemenuhan hak dasar warganya melalui pendidikan gratis”. Pernyataan ini ditegaskan oleh Plt. Kepala Bappeda Litbang Pulau Morotai, Ahdad Hi Hasan, S.Pi., MM, saat membuka Dialog Berbagi Praktik Baik Lintas Pemerintah, yang diselenggarakan di Aula Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pulau Morotai (18/6).

Kegiatan ini diinisiasi oleh Stimulant Institute bersama Save the Children Indonesia melalui program KREASI, dan mempertemukan pemangku kepentingan dari dua daerah: Pulau Morotai dan Sumba Barat. Dialog ini bertujuan mendorong kolaborasi dan refleksi lintas wilayah terhadap kebijakan dan praktik pemerintahan yang mengedepankan hak anak, terutama dalam sektor pendidikan, kesehatan, dan lingkungan hidup.
Praktik Baik dari Pulau Morotai: Pendidikan dan Kebersihan jadi Prioritas. 

Pulau Morotai menunjukkan keberpihakan nyata terhadap hak anak melalui kebijakan pendidikan dan kebersihan yang progresif dan berkelanjutan. Sejak 2018, Morotai telah mengalokasikan pendanaan gratis untuk pendidikan dan kesehatan, serta pengelolaan kebersihan lingkungan berbasis regulasi, yakni melalui Perda No. 2 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Sampah. “Kami pastikan lingkungan bersih dari sampah melalui kerja sama antara pemerintah daerah dan desa, dengan alokasi dana dari APBD dan ADD,” jelas Ahdad.

Di bidang pendidikan, pemerintah Morotai telah memberikan beasiswa penuh kepada 1.112 siswa hingga jenjang S1, baik di Universitas Pasifik maupun universitas lain di luar daerah jika program studi yang diinginkan tidak tersedia di Morotai. Hal ini dibenarkan oleh Wakil Rektor 3 dan Dekan FKIP Unipas, yang turut hadir dalam dialog edukatif ini.

Literasi Sebagai Pilar Penguatan Pendidikan. Plt. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Morotai, Muhammad Basri Sabadar, S.Pd, memaparkan strategi peningkatan kualitas pendidikan dengan menekankan pada penguatan literasi dan kepemimpinan pendidikan.

 “Peningkatan kapasitas kepala sekolah dan pengawas, penambahan bahan bacaan, serta pelatihan literasi dan numerasi, telah mendorong guru lebih aktif dalam KKG, K3S, dan komunitas belajar,” ujar Basri. Dampaknya nyata: terjadi perbaikan signifikan dalam pembelajaran, dari kategori rendah ke sedang, dan peningkatan kepemimpinan instruksional kepala sekolah dari sedang ke baik.

Antuasiasme dan Refleksi dari Sumba Barat. Delegasi dari Kabupaten Sumba Barat yang terdiri dari perwakilan Bappelitbangda, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, serta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak menyampaikan ketertarikannya untuk mengadaptasi sejumlah praktik baik yang diterapkan di Morotai. 

Charles Weru, Kepala Bappelitbangda Sumba Barat, secara khusus menekankan pentingnya pemetaan anggaran untuk mendukung pembentukan satuan tugas kebersihan di semua tingkatan. Sementara itu, Direktur Stimulant Institute, Stepanus Makambombu, menyoroti potensi ekonomi sirkular dalam pengelolaan sampah, yang dinilainya mampu mendorong inovasi lokal sekaligus menciptakan ekosistem pemberdayaan masyarakat. 

Di bidang pendidikan, Yoseph Mola, Kabid SD Dinas PKO Sumba Barat, tertarik pada penggunaan instrumen pengukuran capaian literasi sebagai dasar evaluasi berbasis data. 

Dari sisi pembiayaan pendidikan, Daniel B. Baninema dari Bappelitbangda mendalami lebih lanjut mengenai skema anggaran untuk program beasiswa.
Menanggapi hal ini, Ahdad menegaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Morotai telah mengalokasikan 20% Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk sektor pendidikan. 

Selain itu, program beasiswa dibiayai di luar alokasi tersebut, sebagai wujud nyata keberpihakan terhadap pengembangan generasi muda. 
Terkait pengelolaan sampah, Ahdad mengakui bahwa hingga saat ini belum ada penanganan khusus terhadap sampah yang dihasilkan. Namun, hal ini akan menjadi perhatian serius ke depannya.

Pembelajaran Lintas Daerah: Refleksi, replikasi, dan Kolaborasi. Diskusi yang berlangsung dinamis ini memberikan ruang refleksi bersama dan menunjukkan bahwa dialog lintas pemerintah merupakan instrumen penting untuk mentransformasi tata kelola pemerintahan yang lebih inklusif dan adaptif.

“Kita bisa memotret kondisi daerah masing-masing. Ada hal yang bisa ditingkatkan, dan kekeliruan yang bisa dibenahi,” ungkap Ahdad.
Kebutuhan untuk Terus Belajar dan Berjejaring. Ahdad menutup kegiatan dengan menggarisbawahi pentingnya forum seperti ini untuk terus digelar secara berkelanjutan. Ia berharap lembaga seperti Stimulant Institute terus menjadi pengingat dan penggerak kolaboratif, karena pemerintah kerap terjebak dalam rutinitas pelayanan yang menuntut fokus jangka pendek. “Kegiatan seperti ini menyadarkan kami untuk menata ulang prioritas. Jangan lelah menjangkau kami. Pemerintah butuh partner yang bisa mengingatkan,” pungkasnya.

Pertemuan ini membuktikan bahwa praktik baik tidak hanya pantas dibagikan, tapi juga diadaptasi secara kontekstual. Ketika pemda membuka ruang belajar lintas wilayah, maka praktik keberpihakan terhadap anak bukan sekadar wacana, melainkan langkah konkret menuju pemerintahan yang inklusif dan transformatif. (Red)
×
Berita Terbaru Update