Aspirasi Jabar || Subang - Desa Cimayasari, kecamatan cipendey. Penolakan keras terhadap rencana penanaman kembali karet oleh PTPN di lahan, Cimayasari semakin memuncak. Masyarakat penggarap menegaskan bahwa lahan tersebut adalah sumber utama ketahanan pangan mereka, dan menolak segala upaya untuk mengubahnya kembali menjadi perkebunan karet,(18/10/2025).
Abdul Rojak, salah seorang tokoh masyarakat penggarap, menyatakan dengan tegas, "Kami menolak rencana penanaman karet. Lahan ini sudah menjadi tumpuan hidup kami sebagai lahan ketahanan pangan."
Mayoritas warga Desa Cimayasari menggantungkan hidup dari lahan garapan yang berstatus tanah negara. "Hampir 70 persen warga Cimayasari bergantung pada lahan bekas HGU dan sebagian kecil di lahan Perhutani. Bahkan, ada yang sudah menggarap sejak 1985," jelas Abdul Rojak.
Masyarakat penggarap mendesak PTPN 1 Regional 2 Kebun Jalupang untuk tidak mengambil keputusan sepihak tanpa musyawarah dengan masyarakat. Mereka menuntut kejelasan status lahan dan solusi yang adil. "Kami ingin kejelasan dan keadilan. Jika lahan ini ditanami karet lagi, bagaimana kami bisa bertahan hidup? Kami tidak menolak pembangunan, tetapi kami butuh solusi yang manusiawi dan berpihak pada rakyat kecil," imbuhnya.
Para penggarap juga mendesak PTPN 1 Regional 2 Kebun Jalupang untuk membuka dialog terbuka guna membahas status lahan dan mencari solusi yang tidak merugikan kedua belah pihak.
Hingga berita ini diturunkan, pihak PTPN 1 Regional 2 Kebun Jalupang belum memberikan tanggapan resmi terkait rencana penggunaan lahan tersebut maupun permintaan audiensi dari masyarakat. Konflik lahan di Cimayasari ini menjadi sorotan utama, mengingat pentingnya lahan tersebut bagi keberlangsungan hidup masyarakat setempat.
Sumber : Wan
Editor : Asp. SP.
