Perempuan Menjadi Khatib, Buah Penerapan Sekularisme -->

Perempuan Menjadi Khatib, Buah Penerapan Sekularisme

8 Mei 2023, Mei 08, 2023
Pasang iklan

Ilustrasi shaf shalat dicampur antara pria dan wanita di Ponpes Al Zaytun - Kontroversi Ponpes Al Zaytun (Instagram/@kepanitiaanalzaytun)

Aspirasi Jabar - Pendiri Pondok Pesantren atau Ponpes Al Zaytun Indramayu, Panji Gumilang memberikan pernyataan yang sontak mengejutkan publik sehingga membuat viral beberapa hari ini.

Setelah salat Idul Fitri kemarin yang menunjukan keberadaan perempuan di shaf laki-laki, kini dirinya mengungkapkan akan memberikan kesempatan bagi santri perempuan untuk menjadi khatib salat Jumat.

“Ini sebentar lagi khatib Jumat dari pelajar putri,” ujar Panji Gumilang, sebagaimana dikutip dalam tayangan YouTube Al Zaytun Official, pada Jumat, 5 Mei 2023 lalu.

Pada dasarnya khatib salat Jumat dilakukan oleh seorang laki-laki yang sudah balig serta berilmu. Majunya perempuan dan pemuliaan terhadap perempuan hendaknya dengan merujuk kepada hukum-hukum syariat.

Perempuan tidak lah wajib salat Jumat. Kalau untuk salat sunah, terkait menjadi khatib, dalil yang mereka gunakan adalah menjadi imam, memang ada sebagian ulama yang membolehkan, seperti Imam Abu Tsaur dan Imam Ath-Thabari, yakni pada salat tarawih.

Namun itu pun ada syaratnya. Pertama, kalau tidak ada yang bisa membaca Al-Qur’an atau tidak hafal Al-Fatihah atau tidak benar bacaannya, kecuali hanya perempuan tersebut. Kedua, perempuan itu berdirinya tetap di belakang laki-laki untuk mewakili membaca saja. Jadi ada syarat-syaratnya dan tidak diberlakukan untuk semua jenis salat.

Akan tetapi, jika kita teliti lebih lanjut benarkah Imam Ath-Thabari membolehkan?

Syekh Muhammad Sidqi Burnu menemukan bahwa tidak ada dalil yang valid yang menunjukkan Imam Ath-Thabari memperbolehkan hal tersebut. Kalaupun ada hadis tentang Ummu Waraqah yang memperbolehkan menjadi imam salat tarawih di rumah, tetapi untuk perempuan-perempuan yang ada di keluarga tersebut. 

Disamping itu, Rasulullah SAW pun melarang perempuan mengimami laki-laki. Dalam kitab Al-Bayan fiy Madzhabil Imam Syafi’i menyebutkan bahwa tidak boleh perempuan itu menjadi imam bagi laki-laki dan bagi khuntsa (yang berkelamin ganda).

Pada umumnya, para fukaha pun mengatakan demikian, tidak boleh menjadi imam, termasuk menjadi khatib. Bahkan, pada masa Rasulullah SAW dan setelah Rasulullah wafat, ada ulama perempuan yang lebih alim, seperti ummul mukminin Aisyah RA. Namun, tidak ada yang menjadikannya khatib dan imam. Para sahabat hanya bertanya dan mengambil ilmu dari para ummul mukminin.

Adapun pandangan dari Imam Syafi’i jika datang makmum laki-laki bagi imam perempuan, maka salat laki-laki itu tidak sah, kecuali ia tidak tahu kalau imamnya perempuan. 

Jika kita amati, munculnya pemikiran aneh dan sesat ini sebetulnya adalah buah diterapkannya paham sekularisme. Paham sekularisme ini tentunya merupakan paham atau ajaran yang jelas-jelas sangat menyimpang bagi umat Islam, karena bertentangan dengan konsep ajaran agama Islam yang telah ada sejak dahulu dan disempurnakan pada 14 abad yang lalu.

Nilai agama yang sejatinya mengandung ajaran-ajaran yang sifatnya membimbing umat manusia ke jalan yang lurus lambat laun terkikis disebabkan adanya kepercayaan pada sebuah pemikiran yang ukuran kebenarannya hanya sebatas akal saja rujukannya, tidak seperti halnya agama yang nilai-nilai ajarannya merujuk pada sumber wahyu yang pasti dan akal yang lurus. 

Banyak orang yang saat ini pemikirannya sakit. Jika pemikiran umat sakit maka obatnya adalah Islam. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Isra ayat 82:

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْـقُرْاٰ نِ مَا هُوَ شِفَآءٌ وَّرَحْمَةٌ لِّـلْمُؤْمِنِيْنَ

“Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an (sesuatu) yang menjadi obat (penawar) dan rahmat bagi orang yang beriman.”

Al-Qur’an menjadi obat bagi penyakit hati yang ada di dalam dada manusia, obat penyakit fisik, dan obat bagi kerusakan di tengah masyarakat.

Sudah seharusnya umat menjadikan Islam kafah sebagai solusi. Dengan kembali kepada aturan yang Allah berikan untuk mengatur hidup manusia. Jika mencari solusi dengan berpaling dari ajaran Allah, maka tidak akan pernah mendapatkan penyelesaian, justru masalah makin bertambah, sakitnya umat semakin parah.

Selain itu, hukum yang diterapkan di negeri ini pun tidak menyentuh akar persoalan. Orang yang tidak salat tidak akan dipermasalahkan. Inilah buah penerapan sistem sekularisme. Oleh karenanya, masyarakat perlu diedukasi dengan dakwah. Agar masyarakat menjadi cerdas dan tahu di mana letak kekeliruannya.

Wallahu a'lam bishshawab.

Penulis : Tawati, Majalengka.

TerPopuler