Aspirasi Jabar|| Morotai-Saya tergelitik, bahkan tertawa geli membaca komentar Sekretaris DPD II KNPI Morotai, Fihir Ali, di beberapa media yang menuduh Bupati dan Wakil Bupati Pulau Morotai tidak paham tata kelola pemerintahan. Ini bukan kritik konstruktif, ini ekspresi kekecewaan pribadi yang dibungkus atas nama organisasi kepemudaan.
Lucu sekali. Sebab hemat saya, beberapa bulan terakhir ini Fihir Ali dan kroninya tidak ada kontribusi yang berarti untuk daerah. KNPI seharusnya menjadi garda pemuda pembangun, bukan corong sisa-sisa kekalahan politik.
Saya paham, Fihir adalah bagian dari tim data salah satu kandidat yang kalah di Pilkada lalu. Jadi sangat wajar jika narasinya kini lebih menyerupai pelampiasan ketimbang saran bijak. Namun jika masih mau mengkritik dengan waras, saya sarankan: perbanyak minum kopi. Supaya logika tak mudah ngaco dan hati lebih teduh untuk bertabayun.
Mari kita luruskan. Apa yang salah dari rotasi pejabat oleh Bupati dan Wakil Bupati Rusli-Rio? Itu hak prerogatif kepala daerah. Pemimpin butuh tim yang sevisi untuk bekerja tuntas. Mana mungkin orang yang tidak sejalan dipaksa masuk dalam gerbong perubahan?
Memang betul, beberapa proses administratif seperti PERTEK dari Kemendagri belum rampung. Tapi secara formil, sudah ada assessment dan konsultasi dengan BKN. Dan sementara menunggu, formasi PLT adalah jalan sah untuk memastikan roda pemerintahan tetap berjalan. Jadi di mana letak pelanggarannya?
Kalau pun masih belum puas, lihatlah fakta di lapangan. Soal PDAM, misalnya. Penggantian Dirut adalah langkah yang strategis, dan hasilnya langsung terasa. Saluran air yang tadinya macet kini normal. Hotel-hotel mewah yang sempat menunggak pun mulai membayar. Apa yang salah? Kecuali memang, lagi-lagi, anda belum ngopi hari itu.
Saya mengajak masyarakat untuk bersabar. Rusli-Rio baru memimpin sekitar dua bulan. Jangan berharap semua berubah secepat abrakadabra. Ini bukan sulap. Pemerintahan itu seperti rumah tua yang mau direnovasi. Harus ditata, diperbaiki, baru bisa dihuni nyaman. Begitulah analogi yang paling masuk akal.
Dan kepada rekan saya, Fihir Ali, berhentilah memakai organisasi pemuda sebagai alat pelampiasan. Kritiklah dengan ide, bukan dengan sentimen. Karena orang yang mengganggu jalannya pemerintahan yang baik, sesungguhnya tak beda dengan perampok. Bukan perampok harta, tapi perampok semangat kebaikan.
Saya percaya, kritik yang jernih dan logis akan didengar dan ditanggapi secara bijak oleh Bupati dan Wakil. Tapi jika kritik dibangun dari kepahitan pribadi dan semangat politisasi murahan, maka siap-siap saja: tenggelam sendiri dalam gelombang perubahan. Kalau tidak segera sadar, bisa-bisa kehabisan napas, lalu mati terbunuh oleh ego sendiri.
Masih ada waktu untuk bertabayun. Bangkitkan niat baik, bukan amarah kalah. Hanya dua pilihan, sadar dan bangkit, atau terus menyimpang dan ditinggal sejarah.Oleh: Julfikar Balaha (Pemuda Interpreneurship)