Agus Sanusi: Dalam Politik Oteng Adalah Korupsi -->

Agus Sanusi: Dalam Politik Oteng Adalah Korupsi

18 Feb 2020, Februari 18, 2020
Pasang iklan

Foto : Agus Sanusi/Aspirasijabar



Ramainya pembahasan seputar "oteng" membuat sejumlah pihak angkat bicara. Akun Bang Haji Iksan menjelaskan bawa istilah oteng pertama kali muncul di Wanayasa. Sebuah kata yang dibiaskan dari kata 'Goceng'.

Berawal dari oknum yang meminta jatah komisi setiap penjualan, padahal oknum tersebut sebenarnya tidak memiliki andil apapun dalam transaksi tersebut.

Berikut pemaparannya:

Oteng berasal dari bahasa Tionghwa (Goceng) yang berarti 5.000,- hanya diplesetkan menjadi "oteng" untuk mengkaburkan makna.

Kenapa makna Oteng harus dikaburkan?

1. Si peminta komisi menggunakan kata oteng untuk menutupi malu nya, sebab oteng biasanya dipinta bahkan oleh seseorang yg sama sekali tak ada hubungannya dengan sebuah transaksi tsb. Artinya seseorang hanya mendengar terjadi jual beli, lalu dia meminta jatah komisi.

2. Oteng juga dipergunakan untuk mengaburkan nilai. Meminta Goceng padahal harapannya sih lebih....

Istilah Oteng ini pertama kali dikenal oleh para aktivis jual beli elektronik di Wanayasa.

Para aktivis jual beli ini secara tak resmi satu sama lain mempunyai jaringan sendiri. Baik internal desa maupun sampai tingkat kabupaten/kota hehe.

Perkiraan lahirnya istilah oteng ini kira2 pada akhir abad 19. Tepatnya sekitar akhir tahun 80 menjelang 90an.

OTENG DALAM POLITIK ITU KORUPSI

Di tempat berbeda Agus Sanusi memberikan tanggapan, ya itu kan sesuatu yang diklaim sebagai sejarah sebuah kata.

"Bisa iya bisa tidak, sebab kata itu bisa jadi sudah dikenal di daerah lain namun berbeda baik denotasi maupun konotasinya,"ujarnya.

Lagipula kata atau bahasa itu berkembang dalam praktiknya, kalo orang belajar ilmu linguistik pasti paham.

Sekalipun begitu oteng dalam politik atau pemerintahan itu kan artinya uang rakyat. Baik itu program, proyek dan lain sebagainya.

Tidak boleh ada orang minta oteng ke kantor-kantor pemerintahan baik itu dinas, kecamatan, maupun desa, termasuk dalam pelaksanaan program atau proyek.

Itu sudah pasti korupsi, sebab tidak mungkin memasukan oteng dalam rencana anggaran. Apalagi sekedar uang dengar, percaloan atau jatah jatah yang tak jelas dasar hukumnya.

(Red)

TerPopuler